Belajar dari Bubur ...



Judul di atas belum lengkap ...
Ini long version-nya
"Belajar dari Bubur Kelor Kasongan"



Mengapa saya merasa perlu menuliskan BUBUR KELOR KASONGAN Part 2 ini?
(Part 1-nya ada DISINI).
Alasan utamanya adalah ada banyak inspirasi yang saya dapatkan dari cerita owner-nya.

Saya bukan pakar marketing, bukan pula pengamat bisnis.
Jadi ini murni subjektivitas saya sebagai orang awam.

Kesan pertama ... begitu menggoda ... Haha
Iya ... Menggoda karena setelah owner-nya bicara terbuka ternyata godaan semakin intensif.
"Godaan" untuk membuat tulisan ini secara tersendiri.

Bu Anis ... nama beliau
Sharing apa adanya ke saya.
Mulai dari profil Bubur Kelor Kasongan, sejarah singkat hingga strategi marketing yang dilakukan.
Apa yang membuat saya terkesan adalah bagaimana bisnis ini bisa ekspose diri dalam usia yang masih relatif dini (dibuka pada tanggal 22 Maret 2017).

Pada saat launching, selain berbagi voucher makan gratis bagi para tetangga warung selama 3 hari, pemilik  juga mengundang teman-teman beliau untuk memberi masukan dan saran.
Langkah awal yang bagus (menurut saya yaa ...), untuk tidak sekedar promosi tapi juga menjalin silaturahmi dan mendapatkan review dari para tamu. 
Apalagi teman-teman sendiri yang diundang, biasanya lebih bisa bicara apa adanya dan ceplas ceplos tanpa beban. Dan inilah kritik yang jujur.

Bu Anis menyampaikan bahwa Bubur Kelor Kasongan punya prinsip 
the more you give the more you will receive

Dalam bahasa saya : Berbagilah ... Anda akan mendapat imbal balik yang lebih banyak

Bisnis beliau juga sudah tentukan tagline yaitu The Healthy Food
Tidak sekedar omongan, tapi juga ada aksi dalam bentuk menu yang disajikan mengandung manfaat bagi kesehatan. 
Pastinya tanpa Monosodium Glutamat / MSG dan dimasak menggunakan air mineral higienis.
Ini juga menarik buat saya, karena non MSG sudah mainstream.
Air mineral higienis ... maafkan ke-kuper-an saya ... baru pertama saya dengar. Hehe

Ok lah ... anda mungkin bicara bahwa ini tetap bisnis, 
namun saya pribadi punya apresiasi sendiri terhadap misi lain yaitu upaya edukasi kpd masyarakat agar tidak mengkonsumsi junk food atau fast food .
(karena tidak baik makan buru-buru ... haha ... saya suka gak nyambung ya)

Seperti apa bentuk edukasi yang diberikan?

Di dinding warung dipasang poster tentang manfaat daun kelor dan peringatan bahayanya makan fast food. Salah satu poster yg cukup dramatis menurut bu Anis adalah :
YOUR FAST FOOD
CAN BE
YOUR LAST FOOD



Pertanyaan saya selanjutnya ...
Kok Kelor sih Bu?

Beliau menjawab bahwa di daerah Yogya masakan daun kelor sedang naik daun akhir-akhir ini
(Nah ini dia ... daun naik daun)

Beberapa warung kelor sudah buka dengan menu bobor kelor.
Selain itu berdasarkan pengamatan beliau, orang Yogya banyak yg usia tua dan anak-anak. 
Mereka suka makan bubur. 
Melihat pangsa pasar dan sekaligus memberi alternatif pada mereka untuk bisa mendapatkan makanan yg mudah dicerna dan padat gizi. 
Maka jadilah bubur kelor sebagai menu andalan sekaligus sebagai nama warung

Apa yang saya catat disini?
Ada survei awal yang beliau lakukan sebelum memastikan untuk membuka bisnis ini

Hal lain adalah harga ...
Harga yang ditawarkan sangat terjangkau 
Tidak sekedar murah, tapi juga terjamin kualitas untuk kesehatan. 
Komen saya : Siapa yang gak mau makanan murah, enak dan sehat?

Satu lagi yang menggoda saya ...
Logo dan tulisan Bubur Kelor Kasongan sangat artistik
Saya telusur lebih lanjut ternyata konsepnya diikutkan pameran seni rupa.
Itu menjadi salah satu strategi marketing.  Selain itu marketing banyak dilakukan melalui media sosial.
Nah ... kalau medsos ... saya yakin beliau memang luas pergaulannya.




Terus siapa desainer-nya ?
Ternyata sang suami mendampingi Bu Anis ... 
Bukan pak Anis ya, tapi pak Rakhmat namanya.
Yang saat ini sebagai seorang Kepala Sekolah Seni di Yogya

Bubur Kelor Kasongan tidak hanya kolaborasi suami istri pak Rakhmat dan Bu Anis, melainkan juga kerja bareng dengan pak Temu yang berstatus sebagai Kepala Sekolah SMK Boga. Jadi beliau-beliau berbagi tugas :
Pak Temu dan istri yang mengolah menu masakan, bu Anis dan pak Rakhmat mengelola penyajian, dekorasi serta marketing supaya menarik. 
Kolaborasi yang matching dan sinergis. 
(Keren ya .....)

Ada hal lain lagi yang mengusik saya. Mengapa bisa bicara banyak tentang makanan sehat?
Ternyata bu Anis adalah terapist/praktisi kesehatan. 
Dan punya pengalaman bisnis obat herbal untuk mendukung terapi. 
Maka konsep makanan sehat beliau usung di bisnis ini.



Strategi jangka panjang adalah mempertahankan rasa dan inovasi ragam masakan agar tidak monoton. Juga akan ada pelayanan konsultasi kesehatan.
Harapannya konsumen akan datang lagi. Aamiin

Tentang lokasi mengapa di Kasongan Bantul, alasan yang beliau kemukakan adalah kelor lagi booming di Bantul, di samping gampang mendapatkan kelor di daerah tersebut.
Selain itu di Kasongan belum ada warung sehat. 
(Menurut saya ... ini pilihan cerdas ... karena Kasongan juga daerah wisata kerajinan gerabah)

Tamu tidak hanya dari lokal dan luar kota, namun juga dari manca negara.
Lepas dari motivasi mereka menikmati menu sehat dan murah, ternyata bu Anis ini adalah ex pengajar bahasa Inggris dari salah satu English Course di Yogyakarta.
Setidaknya bisa ngobrol banyak dengan para tamu.

Lha kalau saya yang berperan sebagai bu Anis, pasti ceritanya beda ... Hahaha

Semoga tulisan ini jadi inspirasi ya.
Terima kasih.



Share this

Related Posts

Previous
Next Post »
Give us your opinion