Jangan menjadi Agen Berita Hoax, jika Anda Tidak Dibayar

"Jangan menjadi Agen Berita Hoax, jika anda tidak dibayar"

Sengaja deretan kalimat provokatif di atas, saya tuliskan.
Berangkat dari keprihatinan, begitu banyak berita hoax beredar di dunia maya.
Nyaris tanpa kendali, nyaris tanpa sanksi.
Dan kita adalah sasaran empuk, yang tanpa sengaja menjadi agen penyebar berita tak benar itu.
(termasuk saya ... hehehe)

Saya coba mengutip sumber utama Intisari-Online.com
(plus tulis ulang dengan gaya saya ... maaf)




ARTI HOAX

Hoax
(baca : Hoks) berasal dari kata hocus
Kata hoax sendiri menurut ahli filologi Inggris Robert Nares, muncul pada akhir abad ke-18.
Asal kata hoax diduga dari kata 'hocus' yang artinya jelas-jelas "untuk menipu".

Hocus merupakan kependekan dari hoces corpus
Istilah ini biasa digunakan oleh pesulap atau penyihir sebagai mantra 
untuk menyatakan bahwa semua yang dilakukannya benar atau nyata. 
Hocus juga merupakan nama samaran seorang tukang sulap pada masa King James I, raja Inggris.

Popularitas hoax di kalangan pengguna internet mulai menanjak setelah film The Hoax (2006) 
yang berkisah tentang skandal pembohongan atau penipuan terbesar di Amerika Serikat. 
Pemakaian kata ini juga makin populer dengan berkembangnya media sosial secara konstan 
bersamaan dengan forum-forum pertemanan di dunia maya, 
yang berimbas pada masifnya peredaran informasi hingga sering menimbulkan kesalahan informasi.

Ada ratusan situs berita palsu saat ini, 
mulai dari orang-orang yang sengaja meniru surat kabar atau pemerintah untuk tujuan propaganda, 
hingga kadang-kadang digunakan sesuai dengan tujuan politik. 
Semua kabar yang diragukan kebenarannya dicap sebagai kabar hoax
(gak usah saya beri contoh ... nanti saya juga dituduh sebagai penyebar berita palsu deh ... berabe)

Media sosial Facebook, bersama Twitter dan Google, 
dikritik berat terutama di tengah kemenangan mengejutkan Donald Trump dalam pilpres AS, 
karena dianggap gagal mengendalikan arus informasi palsu dalam bentuk berita hoax 
ataupun hate speech
(nah ... yang terakhir tuh lagi rame di berita nasional kita, dengan sebutan Ujaran Kebencian)

Untuk menangani hal hoax ini, 
Facebook pun merilis platform baru untuk mengurangi penyebaran hoax
Di samping itu, Facebook dikabarkan tengah berupaya merekrut editor berita 
dan membangun kemitraan dengan organisasi media massa.

Hoax atau cerita tipuan sebenarnya memiliki dua tujuan, 
pertama untuk sekedar lelucon yang biasanya beredar di kelompok terbatas, 
kemudian bertujuan jahat, sengaja difabrikasi untuk menipu atau mengecoh.
(yang terakhir tuh ... yang biasanya di-bisnis-kan ...)

Hoax mendapat momen besar, 
ketika media sosial menjadi sangat umum dan berkembang di zaman internet. 
Begitu masifnya hoax yang beredar, sehingga seringkali banyak orang terkecoh untuk mempercayainya,
bahkan turut menjadi sarana penyebaran hoax.

Dengan mudah dan sering tanpa sadar, 
pengguna media sosial mengirimkan sebuah berita hoax kepada rekan-rekannya yang lain, 
yang kemudian secara berantai dikirimkan lagi oleh rekan-rekannya ke teman-temannya yang lain lagi, dan begitu seterusnya. 
Terkadang banyak berita hoax yang sudah beredar terus menerus hingga bertahun-tahun.
(Ini yang saya sebut sebagai Agen Hoax tanpa bayaran ... Hahaha)

Hoax sering memanfaatkan ketidaktahuan orang, termasuk rasa takut dan kekhawatiran. 
Dulu sebelum marak Internet, kita kenal dengan pesan berantai. 
Misalnya harus mengirimkan beberapa lembar fotokopi, 
bahkan menyalin ulang sebuah surat berantai yang di dalamnya berisi ancaman sesuatu yang buruk akan terjadi jika pesan tersebut tidak diteruskan, 
yang kemudian harus dikirimkan melalui pos kepada rekan-rekan lain.

Pesan berantai dengan gaya yang sama terus berkembang mengikuti kemajuan teknologi. 
Setelah melalui pos, menjadi pesan yang disebar lewat SMS. 
Kemudian setelah booming internet dan smartphone, menjadi pesan berantai 
yang disebarkan via media sosial seperti Facebook, BBM, Line, Whatsapp, dan lain-lain. 

Tak jarang, beberapa dari kita tidak sengaja meng-share, me-retweet, atau forward berita tersebut 
yang nyatanya belum jelas asal usulnya. 


CARA DETEKSI BERITA HOAX
  • Sumber Berita
Kebanyakan berita 'hoax' pasti di awal tulisan terdapat kata ‘Dari grup sebelah...’ atau malah tidak ada sama sekali. Ini bisa dipertanyakan sebab kita tidak tahu grup apa saja yang teman kita masuki. Mungkin saja itu merupakan grup provokasi atau yang sengaja menyebarkan.

Untuk itu, lihatlah sumber beritanya. Jika berasal dari sebuah media resmi, baik media cetak, online, atau televisi maka itu bisa kemungkinan benar besar. Atau ada link yang bisa mengarahkan pembaca ke website sumber.

  • Bahasa dan kata dalam penulisan
Dalam sebuah media, setiap tulisan pasti sudah diseleksi sebelum diterbitkan. Artinya semua sudah diedit dan diverifikasi. Bahkan mengenai huruf, titik koma, pemakaian huruf besar serta spasi. Sementara berita 'hoax' sering memakai huruf besar dan beberapa tanda seru. Jadi, jika melihat tulisan seperti ini bisa dipertanyakan kebenarannya.

Lalu menggunakan kata-kata frase, misal ‘Bahaya’, ‘Awas’, ‘Darurat’, dan lain-lain. 
Berita 'hoax' juga cenderung memakai emosi di dalamnya dengan kata-kata frase tersebut. Selain itu, terkadang ada bahasa-bahasa ilmiah yang tidak dimengerti. Ini sering diciptakan karena tahu pembaca tidak mengerti atau masih awam dengan sebutannya. Terutama hal yang sebelum tidak pernah pembaca dengar.

  • Berlawanan dengan logika
Sebagai pembaca, kita harus berpikir kritis. Jangan hanya tinggal menerima berita saja. Pembaca harus melihat adanya ketidakkonsistenan yang bertentangan dengan logika. Jika terlalu menyolok, kemungkinan itu 'hoax'.

Misal di Instagram ada foto menunjukkan ada beberapa warga yang berjalan di area perumahan sementara caption bertuliskan ‘Warga mendatangi rumah-rumah warga dan memaksa masuk’. Secara logika ini ada ketidakkonsistenan antara foto dan tulisan. Sebab tidak bukti yang mengatakan orang tersebut sedang mendatangi rumah-rumah warga dan memaksa masuk. Bisa saja ia memang warga sekitar yang sedang berjalan.

Memang dengan adanya visual atau foto, sebuah berita semakin terlihat benar. Akan tetapi jika itu tidak diturunkan oleh sebuah media resmi atau suatu lembaga resmi, maka kemungkinan ‘hoax’ besar. Jika menemukan ada hal ganjil dalam berita atau merasa aneh, sebaiknya jangan disebar berita tersebut.

  • Ada nada ancaman
Mungkin kita pernah menerima kiriman pesan berantai seperti ‘Kirimkan kepada 10 orang teman Anda...’ atau ‘Jika tidak mengirim maka Anda akan...’. Jika sudah seperti itu, bisa dipastikan bahwa itu adalah berita 'hoax'. Semakin mendesak permintaan dari pesan itu, semakin mencurigakan juga pesan tersebut.

Jika membaca menemukan ada kalimat yang mendorong pembaca untuk menyebarluaskan maka itu perlu diperhatikan. Jika masih bingung, tidak ada salahnya pembaca mencarinya di media resmi.

Mungkin tidak semua berita seperti itu bohong, namun untuk berjaga-jaga berhati-hatilah dengan berita 'hoax'!


PESAN UNTUK KITA (dari saya) :
  1. Budayakan mengecek sumber berita sebelum menyebarkannya.
  2. Jangan emosional menanggapi suatu berita, sehingga anda bernafsu menyebarkannya.
  3. Tidak ada salahnya membaca komentar dari pembaca sebelumnya, karena terkadang dijumpai sumber berita yang benar di kolom komentar yang meluruskan berita hoax tersebut.
  4. Tetaplah berperan sebagai pembaca cerdas dan jangan mudah dibohongi.
(Apalagi jika berita hoax dibisniskan dan kita tidak terima bayaran .... hihihi ... maaf bercanda)

Semoga bermanfaat.

Yk - Idul Adha 1438 H

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »
Give us your opinion